Saturday, March 10, 2007

PILAR PEMBANGUNAN SIMEULUE

Masalah utama pembangunan Pulau Simeulue adalah bagaimana menghubungkan produk pulau tersebut dengan pasar. Potensi pertanian dan laut yang demikian besar hanya mungkin terasa manfaatnya jika terdapat pasar yang menampung hasilnya. Sementara itu, potensi pada sektor pariwisata tampaknya masih terlalu jauh untuk dapat diharapkan mengingat begitu beragamnya dan complicated-nya fasilitas pendukung yang masih perlu dibenahi. Tidak mengherankan, jika tidak ada satu pun lembaga donor internasional pun yang kini menjalankan misinya di pulau Simeulue menyentuh sektor pariwisata sebagai programnya.

Membangun Komitmen
Bagian awal rekomendasi untuk pembangunan pulau Simeulue adalah membangun komitmen setiap pihak yang bersedia. Komitmen ini bahkan dapat dianggap sebagai fondasi program pembangunan pulau ini. Begitu banyak yang harus dilakukan dan semuanya membutuhkan ketekunan dan kehati-hatian agar tidak salah arah. Perlu empaty dan pengabdian bagi siapa pun yang akan bekerja untuk memajukan kehidupan 75,000 jiwa penduduk pulau tersebut. Sebenarnya, merupakan fakta yang mengejutkan jika pada kenyataannya sebagian besar rumah tangga warga Simeulue masih cenderung berada pada tahapan ekonomi subsistence. Pada beberapa desa masih terdapat perdagangan ala barter. Hasil tangkapan ikan misalnya dibarter dengan kebutuhan sehari-hari rumah tangga.
Enam puluh tahun kemerdekaan Republik Indonesia ternyata masih menyisakan wilayah-wilayah yang menurut kategori Alvin W. Toffler pada bukunya ”Third Wave” berada pada kategori awal ”gelombang kedua”. Kondisi wilayah Kecamatan Alafan bahkan lebih parah. Akibat hantaman gelombang tsunami yang hampir menyapu bersih harta dan pemukiman masyarakat, kini mereka masih dalam proses memulai kehidupan berangkat hampir dari titik nol.
Pejabat pemerintah yang bertugas di pulau ini sebaiknya tidak usah berangan-angan dulu mendapat fasilitas untuk hidup nyaman.

Membangun Infrastruktur
Membangun infrastruktur berupa jalan raya dan hubungan komunikasi menjadi pokok lanjutan dari upaya untuk membawa pulau Simeulue menuju masa depannya. Dengan sistem jalan raya dan komunikasi yang lancar antartempat dalam pulau dan sistem transportasi udara/laut antara pulau dengan wilayah luar diharapkan dapat terbentuk jaringan hubungan ekonomi pulau dan dengan wilayah-wilayah yang telah maju di Sumatera seperti Medan (ditambah Singkil dan Sibolga), Banda Aceh (ditambah Meulaboh), serta Padang (ditambah Pekanbaru dan Batam).
Idealnya, pulau Simeulue dapat berfungsi sebagai pemasok kebutuhan konsumsi dan bahan mentah industri di kota Medan, Banda Aceh dan Padang. Sebaliknya pulau Simeulue berfungsi sebagai pasar untuk hasil industri kota-kota besar di pulau Sumatera.
Karena itu, gagasan untuk membuat jalan lingkar Simeulue (yang akan menghubungkan sebagian besar desa/kota di Simeulue) merupakan hasil pemikiran yang paling mendasar untuk memacu ekonomi dan pembangunan Simeulue. Biaya besar untuk mewujudkan sistem transportasi darat yang mencakup demikian banyak jembatan kecil maupun besar membutuhkan biaya yang besar. Untungnya, biaya pengerasan jalan relatif murah karena untuk tahap awal masih dapat mengandalkan jalan pengerasan yang terbuat dari tanah kapur hasil lapukan karang. Jalan-jalan pengerasan saja sudah dapat dijadikan sebagai jalan penghubung yang memadai. Tidak seperti pulau lain yang cenderung membutuhkan pasokan batu, kerikil, pasir dan aspal yang lebih banyak karena kondisi dataran yang mudah berlumpur. Pulau Simeulue justru tersedia batu, kerikil dan pasir yang melimpah ruah.

Membangun Modal Sosial
Aspek lain adalah membangun modal sosial masyarakat Simeulue. Pembangunan dibidang ini membutuhkan waktu yang lebih lama dan tenaga yang memiliki dedikasi tinggi. Dasarnya adalah pendidikan dasar dan tinggi bagi generasi muda serta pendidikan orang dewasa dalam bentuk pendampingan dalam mengelola usaha. Kelembagaan sosial dan ekonomi masyarakat perlu dibangun agar ketika mereka telah tersentuh oleh pasar yang berjalan menurut logika untung-rugi tidak serta merta menyebabkan mereka melulu sebagai sapi perahan namun tampil sebagai pelaku ekonomi yang memiliki posisi tawar-menawar yang kuat. Kelembagaan seperti koperasi maupun assosiasi-assosiasi menurut aktivitas ekonomi yang dilakoni (pertanian, nelayan dan industri kecil) perlu diperkuat dengan dampingan tenaga yang memiliki komitmen membangun Simeulue.
Seharusnya, berbagai lembaga internasional yang ikut ambil bagian membantu Aceh melakukan rekonstruksi dan rehabilitasi dapat berkoordinasi dengan pemerintah dalam membangun Simeulue. Lembaga-lembaga bantuan internasional yang puluhan jumlahnya setidaknya dapat berkomunikasi dan bekerjasama dengan pemerintah untuk menyediakan data-base pembangunan Simeulue di luar agenda yang telah ditetapkan masing-masing. Dengan data ini diharapkan rencana pembangunan yang dibuat dapat secara detil memperhitungkan kondisi real yang ada, termasuk kecenderungan-kecenderungan perilaku sosial masyarakat.
Masing-masing pilar yang dikemukakan di atas, selanjutnya harus disangga oleh 3 (tiga) prinsip, yakni partisipasi, desentralisasi dan privatisasi. Dengan mengenakan ketiga prinsip tersebut pada pembangunan masing-masing pilar di atas, dimaksudkan bahwa pembangunan wilayah pulau Simeulue akhirnya tidak boleh didominasi sepenuhnya oleh pemerintah yang akhirnya akan meningkatkan ketergantungan masyarakat sebagaimana kecenderungan ini terjadi dalam banyak kasus pembangunan daerah.
Jalan panjang dan berliku tampaknya harus ditempuh oleh masyarakat Simeulue dalam menapak menuju kehidupan yang lebih baik. Namun, lapisan yang paling mendasar adalah pemerintah kabupaten Simeulue dan masyarakatnya. Mereka harus lebih kompak.